Persoalan halal dan haram dalam islam kadang mudah dipahami dan juga kadang sulit dimengerti. Menjadi mudah ataupun sulit dikarenakan oleh peneliti islam zaman sekarang mungkin bisa disebut terbagi menjadi 2 golongan yaitu golongan yang terlalu berpihak pada barat, maupun golongan yang terlalu kaku sehingga banyak yang melupakan Al Quran dan Hadist. Golongan pertama ini menganggap bahwa apa yg diharaman oleh barat berarti diharamkan oleh islam, dan yang dihalalkan oleh barat berarti dihalalkan oleh islam. Golongan yang kedua adalah orang yang terlalu kaku dalam menilai halal dan haram, apa-apa yang tertulis di buku-buku / kitab-kitab berarti itu islam, pemikirannya tidak bisa menerima perubahan sedikitpun. Hal inilah yang pada akhirnya membuat kita menjadi kebingungan dalam menentukan antara halal dan haram.
“Kami tidak mengutusmu (Muhammad) melainkan membawa rahmat bagi segenap makhluk.” (Al Anbiya : 107)
Kita harus yakin bahwa apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah bertujuan untuk kebaikan umat manusia. Oleh karena itu kita harus memulai kembali dari Al Quran dan As Sunnah agar kita tidak tersesat.
Beberapa pokok penting yang harus kita perhatikan adalah :
1. Asal Segala Sesuatu adalah Mubah.
“Dialah zat yang menjadikan untuk kamu segala sesuatu yang ada di bumi ini semuanya.” (Al Baqarah : 29)
“Rasulullah SAW. Pernah ditanya tantang hukumnya samin, keju, dan kedelai hutan, maka jawab Beliau : Apa yang disebut halal ialah sesuatu yang Allah halalkan dalam kitabNya, dan yang disebut haram ialah sesuatu yang Allah haramkan dalam kitabNya; sedang apa yang Ia diamkan, maka itu salah satu yang Allah maafkan untuk kamu.”(riwayat Turmudzi dan Ibnu Majah)
Dengan demikian karena haram dalam syariat Allah sebenarnya sangat sempit, kenapa kita masih juga melaksanakan yang haram tersebut. Rasulllah juga tidak ingin menjawab semua pertanyaan satu-persatu, tetapi Beliau ingin mengembalikan itu semua kepada kaidah kaidah yang baik.
Bedakan hal ini semua dengan ibadah. Ibadah tidak boleh kita menganggap semata mata boleh karena ibadah mencakup permasalahan syariat.
1. Menentukan halal dan haram semata-mata Hak Allah.
“Katakanlah ! Apakah kamu mengetahui sesuatu yang telah diturunkan untuk kamu berupa rezeki, kemudian kamu jadikan sebagiannya halal dan haram? Katakanlah apakah Allah telah memberikan izin kepadamu ataukah memang kamu hendak berdusta atas nama Allah?” (Yunus : 59)
2. Mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram sama dengan syirik.
(Al Araf : 32-33)
3. Mengharamkan yang halal akan berakibat timbulnya kejahatan dan bahaya.
4. Setiap yang halal tidak memerlukan yang haram.
Allah tidak serta merta mengharamkan sesuatu tetapi Allah memberikan penggantinya. Sutera yang diharamkan untuk laki laki, Allah berikan pengganti yang banyak seperti wool, katun, dll. Allah telah haramkan zina, tetapi Allah berikan penggantinya yaitu pernikahan. Dan masih banyak contoh lainnya.
5. Apa saja yang membawa haram adalah haram.
Salah satu prinsip yang diakui islam ialah apabila islam telah mengharamkan sesuatu, maka wasilah dan cara apapun yang dapat membawa pada perbuatan haram hukumnya adalah haram. Karena islam mengharamkan zina, maka yang membawa pada zina adalah haram seperti berdua-duaan, foto telanjang, dll.
6. Bersiasat pada yang haram, hukumnya adalah haram.
Contohnya adalah ketika orang-orang yahudi diharamkan untuk berburu pada hari sabtu, mereka bersiasat, pada jumat mereka menggali parit agar binatang buruannya bisa terperangkap dan hari ahad diambil hasil buruannya. Hal ini karena niatnya ingin berburu. Selain itu juga mengganti nama yang haram dengan nama lain tetap tidak mengubah status haramnya.
“akan datang suatu masa dimana manusia menganggap halal riba dengan nama jual-beli.”
7. Niat baik tidak dapat melepaskan yang haram.
Sabda Rasul :
“Sesungguhnya Allah itu baik, Ia tidak mau menerima kecuali yang baik pula.”
Islam tidak membenarkan prinsip yang disebut al-Ghayah tubirrul wasilah (tujuan menghalalkan segala cara).
“siapa mengumpulkan uang dari jalan yang haram kemudian dia sedekahkan harta itu, sama sekali dia tidak akan memperoleh pahala,bahkan dosanya akan menimpa dia.” (riwaya Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Hakim)
8. Menjauhkan diri dari syubhat karena takut terlibat dalam haram.
Diantara halal dan haram terdapat hal hal yang tasyabbuh (tidak jelas) yaitu syubhat. Terhadap persoalan ini, islam telah memberikan suatu garis yaitu wara (berhati-hati). Dengan garis ini, orang muslim seharusnya menjauh dari syubhat agar tidak terdorong pada perbuatan haram.cara seperti ini disebut saddudz dzari’ah (menutup jalan berbuat maksiat).
“yang halal sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas, di antara keduanya ada beberapa perkara yang belum jelas (syubhat), banyak orang yang tidak tahu apakah itu termasuk bagian yang halal atau bagian yang haram? Maka , siapa yang menjauhinya karena hendak membersihkan agama dan kehormatannya, dia akan selamat dan barang siapa mengerjakan sedikit pun darinyahampir-hampir ia terjatuh pada yang haram, sebagaimana orang yang menggembala kambing di sekitar daerah larangan, dia hampir-hampir akan jatuh kepadanya. Ingat pula, bahwa raja mempunyai daerah larangan. Ingat pula, bahwa daerah larangan Allah itu ialah semua yang diharamkan.” (riwayat Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi dan riwayat ini adalah lafal Tirmidzi)
9. Sesuatu yang haram berlaku untuk semua orang.
Tidak pernah ada halal untuk orang Arab dan haram untuk orang diluar Arab. Rasulullah bahkan bersabda :
“Demi Allah! Kalau sekiranya Fatimah binti Muhammad yang mencuri, pasti akan kupotong tangannya.” (riwayat Bukhari)
Bangsa yahudi pernah membuat hukum bahwa mengambil bunga (riba) kepada sesama yahudi diharamkan, tetapi kepada diluar yahudi diperbolehkan. Akan tetapi hal ini dilarang oleh Allah.
10. Keadaan yang terpaksa memperbolehkan yang terlarang
Islam sangat mengetahui bahwa manusia itu lemah dan tidak luput dari kesalahan dan ketidakberdayaan. Oleh karena itu, daerah haram yang sempit pun masih diperbolehkan asalkan dalam keadaan tidak sengaja dan tidak berlebihan.
“lalu siapa dalam keadaan terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak melewati batas, maka tiada berdosa atasnya karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Belas-kasih.” (Al Baqarah : 173)
Dalam ikatan ini, para ulama ahli fiqih menetapkan suatu prinsip lain, yaitu adh-dharuratu tuqaddaru biqadariha (darurat itu dikira-kirakan menurut ukurannya). Oleh karena itu, manusia bisa tunduk kepada keadaan darurat tetapi tidak menuruti nafsunya untuk terjatuh pada keadaan darurat. Manusia harus terus mengikatkan dirinya pada yang halal dan terus berusaha agar tidak tersentuh dengan yang haram.
Islam itu universal, Allah tidak ingin membuat kesulitan pada umatNya, akan tetapi manusialah yang tidak pernah puas dan selalu menuruti hawa nafsunya sehingga terjatuh ke dalam keharaman dan menganggap bahwa yang haram itu terlalu banyak.
“Allah tidak menghendaki untuk memberikan kamu sesuatu beban yang berat, tetapi Ia berkehendak untuk membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmatNya kepadamu supaya kamu berterima kasih.” (Al Maidah : 6)
Sebelas pokok penting diatas merupakan prinsip dasar yang pada akhirnya akan menentukan halal dan haram dalam seluruh lingkup kehidupan manusia. Sebelas pokok penting tersebut dijelaskan dalam bab 1 buku ini, sedangkan bab selanjutnya adalah terperinci pada penjelasan aspek lain seperti makanan, pekerjaan, pakaian, muamalah, tradisi, hiburan, dll. Berikut adalah beberapa ringkasan dalam berbagai apek dan untuk lebih terperinci daapat dilihat langsung pada bukunya.
Berikut ini adalah Ayat Al Quran dan Hadist nabi yang sangat penting untuk diketahui :
“Telah diharamkan atas kamu bangkai, darah, daging babi, binatang yang disembelih bukan karena Allah, yang (mati) karena dicekik, yang (mati) karena dipukul, yang (mati) karena jatuh dari atas, yang (mati) karena ditanduk, yang (mati) karena dimakan oleh binatang buas, kecuali yang dapat kamu sembelih dan ynag disembelih untuk berhala.” (Al Maidah : 3)
“Rasulullah SAW. Mengambil sutra, ia letakan di sebelah kanannya, dan ia mengambil emas kemudia diletakkan di ssebelah kirinya, lantas Ia berkata : kedua ini haram untuk orang laki-laki dari umatku.” (riwayat Ahmad, Abu Daud, Nasa’I, Ibnu Hibban, dan Ibnu Majah)
“Hai Nabi! Katakanlah pada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin semua hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya atas (muka-muka) mereka. Yang demikian itu lebih mendekati mereka untuk dikenal (sebagai perempuan baik-baik) supaya mereka tidak diganggu.” (Al Ahzab : 59)
“Maukah kamu saya terangkan sebesar-besar dosa besar –tiga kali- Mereka menjawab : Mau, ya Rasulullah! Maka bersabdalah Nabi, yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua –waktu itu beliau berdiri sambil bersandar, kemudian duduk, dan selanjutya bersabda : Ingatlah! Dan (termasuk dosa besar) adalah omongan dusta dan saksi dusta.” (riwayat Bukhari dan Muslim)
“Hai orang orang yang beriman! Takutlah kepada Allah, dan tinggalkanlah apa yang tertinggal dari riba jika kamu benar benar beriman. Apabila kamu tidak berbuat demikian, terimalah peperangan dari Allah dan RasulNya dan jika kamu tobat, maka bagiannya adalah pokok harta kamu, kamu tidak boleh berbuat zalim juga tidak mau dizhalimi.” (Al Baqarah : 278-279)
Sekarang tinggal hati kita apakah kita mau untuk singgah sebentar di neraka atau tidak?
Dunia ini Laksana Lautan yg Terbentang luas. Kita Semua adalah kapal yang belayar di lautan yang telah ramai kapal karam didalamnya. Andai muatan kita adalah iman dan layarnya Takwa, niscaya kita akan selamat dari sesatnya lautan hidup ini.
Sabtu, 07 Juni 2014
HAL-HAL YANG BOLEH DILAKUKAN KETIKA SHALAT
Alhamdulillah kali ini kami dikuatkan untuk melakukan pembahasan tentang hal yang boleh dilakukan ketika shalat, walaupun sebagian orang beranggapan beberapa hal ini dapat membatalkan shalat. Kebenaran hanyalah apa yang datang dari Allah dan RasulNya. Beberapa hal yang boleh dilakukan dalam shalat antara lain adalah…
1. Berjalan karena ada keperluan, misalnya membukakan pintu
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي وَالْبَابُ عَلَيْهِ مُغْلَقٌ فَجِئْتُ فَاسْتَفْتَحْتُ فَمَشَى فَفَتَحَ لِيْ ثُمَّ رَجَعَ إِلَى مُصَلاَّهِ، وَذِكْرُ أَنَّ الْبَابَ كَانَ فِي الْقِبْلَةِ
Dari A’isyah Radhiallahu ‘Anha ia berkata: “Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat (sunnah di rumah) sedangkan pintunya ditutup, lalu saya datang, lalu saya minta dibukakan pintu, lalu beliau berjalan lantas membukakan pintu untukku, kemudian kembali lagi ke tempat shalatnya”*. (HR. Abu Dawud no.922)
* Perawi hadits ini dari A’isyah mengira bahwa pintu itu berada di arah kiblat
2. Menggendong anak kecil
عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَلِأَبِي الْعَاصِ بْنِ الرَّبِيْعِ، فَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا وَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا
Dari Abu Qatadah Radhiallahu ‘Anhu: “Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah shalat sambil menggendong Umamah binti Zainab binti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan (binti) Abil ‘Ash bin Rabi’. Maka apabila beliau berdiri beliau menggendongnya dan apabila beliau sujud beliau meletakkannya”. (HR.Muslim no.543, Bukhari no.494, Abu Dawud no.917, Nasa-i no.1204)
3. Membunuh makhluk yang berbahaya
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رُسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَمَرَ بِقَتْلِ اْلأَسْوَدَيْنِ فِي الصَّلاَةِ الْعَقْرَبَ وَالْحَيَّةِ
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu: “Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah memerintahkan (kami) membunuh dua makhluk hitam ketika shalat, yaitu kalajengking dan ular”. (HR. Ibnu Khuzaimah no.869)
4. Menoleh dan berisyarat karena dianggap sangat penting
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: اِشْتَكَى رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَصَلَّيْنَا وَرَاءَهُ وَهُوَ قَاعِدٌ وَأَبُوْ بَكْرٍ يَسْمَعُ النَّاسَ تَكْبِيْرُهُ فَالْتَفَتَ إِلَيْنَا فَرَآنَا قِيَامًا فَأَشَارَ إِلَيْنَا فَقَعَدْنَا
Dari Jabir Radhiallahu ‘Anhu ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah merasa sakit, lalu kami shalat di belakangnya, sedangkan beliau dalam posisi duduk, dan Abu Bakar memperdengarkan (mengeraskan) kepada orang-orang suara takbir beliau, kemudian beliau menoleh kepada kami lalu melihat kami dalam keadaan berdiri, kemudian beliau memberi isyarat kepada kami (supaya duduk), maka kemudian kami duduk*”. (HR. Muslim no.413, Nasa-i no.1200, Abu Dawud no.606)
* Para sahabatpun ikut duduk, maka apabila imam shalat dengan duduk maka makmumpun shalat dengan duduk.
5. Meludah pada pakaian atau mengeluarkan sapu tangan yang ada di dalam saku
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَإِنَّ أَحَدُكُمْ إِذَا قَامَ يُصَلَّي فَإِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قِبَلَ وَجْهِهِ، فَلاَ يَبْصُقَنَّ قِبَلَ وَجْهِهِ وَلاَ عَنْ يَمِيْنِهِ وَلْيَبْصُقْ عَنْ يَسَارِهِ تَحْتَ رِجْلِهِ الْيُسْرَى فَإِنْ عَجِلَتْ بِهِ بَادِرَةٌ فَلْيَقُلْ بِثَوْبِهِ هَكَذَا ثُمَّ طَوَى ثَوْبَهُ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ
“Sesungguhnya apabila seseorang diantara kalian mengerjakan shalat, maka sesungguhnya Allah YangMahaSuci dan MahaTinggi berada dihadapannya, karena itu janganlah sekali-kali meludah ke hadapannya* dan jangan pula ke sebelah kanannya. Dan hendaklah meludah ke sebelah kirinya. Kalau itu terjadi dengan mendadak**, maka tahanlah dengan pakaiannya begini”. Kemudian beliau melipat pakaiannya sebagian atas sebagian yang lain. (HR. Muslim no.3006)
* ke arah kiblat
** terpaksa ingin meludah
6. Menjawab salam dengan isyarat atau dengan dehem untuk mengisyaratkan bahwa ia sedang shalat
عَبْدُ اللهِ بْنِ عُمَرَ يَقُوْلُ: خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِلَى قُبَاءَ يُصَلِّيْ فِيْهِ قَالَ فَجَاءَتْهُ اْلأَنْصَارُ فَسَلَّمُوْا عَلَيْهِ وََهُوَ يُصَلِّيْ قَالَ: فَقُلْتُ لِبِلاَلٍ كَيْفَ رَأَيْتَ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَرُدُّ عَلَيْهِمْ حِيْنَ كَانُوْا يُسَلِّمُوْنَ عَلَيْهِ وَهُوَ يُصَلِّي؟ قَال يَقُوْلُ هَكَذَا وَبَسَطَ كَفَّهُ وَبَسَطَ جَعْفَرُ بْنُ عَوْنٍ كَفَّهُ وَجَعَلَ بَطْنَهُ أَسْفَلَ وَجَعَلَ ظَهْرَهُ إِلَى فَوْقٍ
Abdullah bin ‘Umar berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar pergi ke Quba dan shalat di sana. Disaat beliau shalat, datanglah kaum Anshar, lalu mengucapkan salam kepada beliau. Kemudian aku bertanya kepada Bilal: ‘Bagaimana engkau melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab salam ketika mereka mengucapkan salam kepada beliau di saat beliau shalat?’. Jawabnya (Bilal): ‘Rasullah berbuat begini’. Bilal membuka telapak tangannya dan Ja’far bin Aun membuka telapak tangannya. Bilal menjadikan bagian bawah telapak tangannya menghadap ke bawah dan menjadikan punggung telapak tangannya mengarah ke atas”. (HR. Abu Dawud no.927)
Ali Radliyallaahu ‘anhu berkata:
إِذَا أَتَيْتُهُ وَهُوَ يُصَلِّي يَتَنَحْنَحَ لِيْ
Maka jika aku mendatanginya ketika beliau sholat beliau akan berdehem buatku. (HR. Nasa’i no.1212 dan Ibnu Majah no.3708)
7. Mengucapkan “Subhanalloh” bagi laki-laki dan menepuk tangan bagi perempuan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
يَا أَيُّّّهَا النَّاسُ مَا لَكُمْ حِيْنَ نَابَكُمْ شَيْءٌ فِي الصَّلاَةِ أَخَذْتُمْ فِي التَّصْفِيْقُ، إِنَّمَا التَّصْفِيْقُ لِلنِّسَاءِ، مَنْ نَابَهُ شَيْءٌ فِيْ صَلاَتِهِ فَلْيَقُلْ “سُبْحَانَ اللهِ” فَإِنَّهُ لاَ يَسْمَعُهُ أَحَدٌ حِيْنَ يَقُوْلُ “سُبْحَانَ اللهِ” إِلاَّ التَّفَتَ
“Wahai segenap manusia, mengapa ketika terjadi sesuatu pada kalian dalam shalat kalian bertepuk tangan, padahal tepuk tangan* itu hanyalah untuk kaum perempuan. Barangsiapa yang menjumpai suatu kejadian dalam shalatnya, maka ucapkanlah “Subhanallah”, karena sesungguhnya tak seorangpun yang mendengar ucapan “Subhanallah” pasti menoleh”. (HR. Bukhari no.1177)
8. Memberitahu imam bila bacaannya keliru
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم صَلَّى صَلاَةً فَقَرَأَ فِيْهَا فَلُبِسَ عَلَيْهِ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ لِأَبِيٍّ أَصَلَّيْتَ مَعَنَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَمَا مَنَعَكَ
Dari Ibnu ‘Umar Radhiallahu ‘Anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengerjakan suatu shalat, lalu membaca (ayat al Qur’an) secara keliru. Ketika selesai shalat beliau bertanya kepada Ubay (bin Ka’ab), “Apakah engkau shalat berjama’ah dengan kami?”. Jawabnya, “Ya”. Beliau bertanya (lagi), “Maka apakah yang menghalangimu*?”. (HR. Abu Dawud no.907)
* yang dimaksud adalah Apakah yang menghalangimu untuk memberitahukan bahwa bacaan al Qur’an yang tadi di bacakan ketika shalat adalah keliru
9. Memukul orang yang memaksa akan lewat di hadapan orang yang shalat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ تُصَلِّ إِلاَّ إِلَى سُتْرَةِ وَلاَ تَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْكَ. فَإِنْ أَبَى فَلْتُقَاتِلْهُ فَإِنَّ مَعَهُ الْقَرِيْنَ
“Janganlah kamu shalat tanpa menghadap sutrah dan janganlah engkau membiarkan seseorang lewat di hadapan kamu (tanpa engkau cegah). Jika dia terus memaksa lewat di depanmu, bunuhlah (pukullah) dia karena sesungguhnya bersamanya ada teman (syaithan)” (HR. Ibnu Khuzaimah no.800 dari hadits Ibnu ‘Umar Radhiallahu ‘Anhuma dengan sanad yang jayyid (baik), Hakim no.921).
فَقَالَ أَبُوْ سَعِيْدٍ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى شَيْءٍ يَسْتُرُهُ مِنَ النَّاسِ فَأَرَادَ أَحَدٌ أَْن يَجْتَازَ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلْيَدْفَعْ فِيْ نَحْرِهِ فَإِنْ أَبَي فَلْيُقَاتِلْهُ فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ
Abu Sa’id Rahiallahu ‘Anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila seseorang diantara kalian sedang (shalat) menghadap sesuatu (sutrah) agar terlindung dari orang-orang (yang akan lewat di depannya), kemudian ada seseorang yang hendak lewat di hadapannya (diantara dirinya dengan sutrah), maka cegahlah di lehernya. Jika dia memaksa (untuk lewat), maka pukullah, karena sesungguhnya ia adalah syaithan”. (HR. Muslim no.505)
10. Menangis
عَنْ عَلِيَّ رضى الله تعالى عَنَّهُ قَالَ: مَا كَانَ فِيْنَا فَارِسٌ يَوْمَ بَدْرٍ غَيْرَ الْمِقْدَادِ، وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا فِيْنَا إِلاَّ نَائِمٌ، إِلاَّ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم تَحْتَ شَجَرَةٍ يُصَلِّيْ وَيَبْكِيْ حَتَّى أَصَبَحَ
Dari Ali Radhiallahu ‘Anhu ia berkata: “Tidak ada prajurit berkuda pada perang Baadar selain al-Miqdad. Sungguh saya melihat kami dan tiada diantara kami melainkan semuanya tidur nyenyak kecuali Rasulullah, ia shalat (malam) di bawah pohon sambil menangis”. (HR. Ahmad no.1023, Ibnu Khuzaimah no.899)
11. Shalat dengan menggunakan sandal (HR. Abu Dawud no. 650)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَلْيَنْظُرُ فَإِنْ رَأَى فِي نَعْلَيْهِ قَذْرَا أَوْ أَذَى فَلْيَمْسَحْهُ وَلْيُصَلِّ فِيْهِمَا
“Apabila seseorang diantara kalian datang ke masjid, maka perhatikanlah (bagian bawah kedua sandalnya – ed), jika ia melihat kotoran atau najis pada kedua sandalnya, maka gosokkanlah (ke bumi/tanah), kemudian shalatlah dengan keduanya”. (HR. Abu Dawud no.650)
1. Berjalan karena ada keperluan, misalnya membukakan pintu
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي وَالْبَابُ عَلَيْهِ مُغْلَقٌ فَجِئْتُ فَاسْتَفْتَحْتُ فَمَشَى فَفَتَحَ لِيْ ثُمَّ رَجَعَ إِلَى مُصَلاَّهِ، وَذِكْرُ أَنَّ الْبَابَ كَانَ فِي الْقِبْلَةِ
Dari A’isyah Radhiallahu ‘Anha ia berkata: “Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat (sunnah di rumah) sedangkan pintunya ditutup, lalu saya datang, lalu saya minta dibukakan pintu, lalu beliau berjalan lantas membukakan pintu untukku, kemudian kembali lagi ke tempat shalatnya”*. (HR. Abu Dawud no.922)
* Perawi hadits ini dari A’isyah mengira bahwa pintu itu berada di arah kiblat
2. Menggendong anak kecil
عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَلِأَبِي الْعَاصِ بْنِ الرَّبِيْعِ، فَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا وَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا
Dari Abu Qatadah Radhiallahu ‘Anhu: “Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah shalat sambil menggendong Umamah binti Zainab binti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan (binti) Abil ‘Ash bin Rabi’. Maka apabila beliau berdiri beliau menggendongnya dan apabila beliau sujud beliau meletakkannya”. (HR.Muslim no.543, Bukhari no.494, Abu Dawud no.917, Nasa-i no.1204)
3. Membunuh makhluk yang berbahaya
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رُسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَمَرَ بِقَتْلِ اْلأَسْوَدَيْنِ فِي الصَّلاَةِ الْعَقْرَبَ وَالْحَيَّةِ
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu: “Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah memerintahkan (kami) membunuh dua makhluk hitam ketika shalat, yaitu kalajengking dan ular”. (HR. Ibnu Khuzaimah no.869)
4. Menoleh dan berisyarat karena dianggap sangat penting
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: اِشْتَكَى رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَصَلَّيْنَا وَرَاءَهُ وَهُوَ قَاعِدٌ وَأَبُوْ بَكْرٍ يَسْمَعُ النَّاسَ تَكْبِيْرُهُ فَالْتَفَتَ إِلَيْنَا فَرَآنَا قِيَامًا فَأَشَارَ إِلَيْنَا فَقَعَدْنَا
Dari Jabir Radhiallahu ‘Anhu ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah merasa sakit, lalu kami shalat di belakangnya, sedangkan beliau dalam posisi duduk, dan Abu Bakar memperdengarkan (mengeraskan) kepada orang-orang suara takbir beliau, kemudian beliau menoleh kepada kami lalu melihat kami dalam keadaan berdiri, kemudian beliau memberi isyarat kepada kami (supaya duduk), maka kemudian kami duduk*”. (HR. Muslim no.413, Nasa-i no.1200, Abu Dawud no.606)
* Para sahabatpun ikut duduk, maka apabila imam shalat dengan duduk maka makmumpun shalat dengan duduk.
5. Meludah pada pakaian atau mengeluarkan sapu tangan yang ada di dalam saku
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَإِنَّ أَحَدُكُمْ إِذَا قَامَ يُصَلَّي فَإِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قِبَلَ وَجْهِهِ، فَلاَ يَبْصُقَنَّ قِبَلَ وَجْهِهِ وَلاَ عَنْ يَمِيْنِهِ وَلْيَبْصُقْ عَنْ يَسَارِهِ تَحْتَ رِجْلِهِ الْيُسْرَى فَإِنْ عَجِلَتْ بِهِ بَادِرَةٌ فَلْيَقُلْ بِثَوْبِهِ هَكَذَا ثُمَّ طَوَى ثَوْبَهُ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ
“Sesungguhnya apabila seseorang diantara kalian mengerjakan shalat, maka sesungguhnya Allah YangMahaSuci dan MahaTinggi berada dihadapannya, karena itu janganlah sekali-kali meludah ke hadapannya* dan jangan pula ke sebelah kanannya. Dan hendaklah meludah ke sebelah kirinya. Kalau itu terjadi dengan mendadak**, maka tahanlah dengan pakaiannya begini”. Kemudian beliau melipat pakaiannya sebagian atas sebagian yang lain. (HR. Muslim no.3006)
* ke arah kiblat
** terpaksa ingin meludah
6. Menjawab salam dengan isyarat atau dengan dehem untuk mengisyaratkan bahwa ia sedang shalat
عَبْدُ اللهِ بْنِ عُمَرَ يَقُوْلُ: خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِلَى قُبَاءَ يُصَلِّيْ فِيْهِ قَالَ فَجَاءَتْهُ اْلأَنْصَارُ فَسَلَّمُوْا عَلَيْهِ وََهُوَ يُصَلِّيْ قَالَ: فَقُلْتُ لِبِلاَلٍ كَيْفَ رَأَيْتَ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَرُدُّ عَلَيْهِمْ حِيْنَ كَانُوْا يُسَلِّمُوْنَ عَلَيْهِ وَهُوَ يُصَلِّي؟ قَال يَقُوْلُ هَكَذَا وَبَسَطَ كَفَّهُ وَبَسَطَ جَعْفَرُ بْنُ عَوْنٍ كَفَّهُ وَجَعَلَ بَطْنَهُ أَسْفَلَ وَجَعَلَ ظَهْرَهُ إِلَى فَوْقٍ
Abdullah bin ‘Umar berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar pergi ke Quba dan shalat di sana. Disaat beliau shalat, datanglah kaum Anshar, lalu mengucapkan salam kepada beliau. Kemudian aku bertanya kepada Bilal: ‘Bagaimana engkau melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab salam ketika mereka mengucapkan salam kepada beliau di saat beliau shalat?’. Jawabnya (Bilal): ‘Rasullah berbuat begini’. Bilal membuka telapak tangannya dan Ja’far bin Aun membuka telapak tangannya. Bilal menjadikan bagian bawah telapak tangannya menghadap ke bawah dan menjadikan punggung telapak tangannya mengarah ke atas”. (HR. Abu Dawud no.927)
Ali Radliyallaahu ‘anhu berkata:
إِذَا أَتَيْتُهُ وَهُوَ يُصَلِّي يَتَنَحْنَحَ لِيْ
Maka jika aku mendatanginya ketika beliau sholat beliau akan berdehem buatku. (HR. Nasa’i no.1212 dan Ibnu Majah no.3708)
7. Mengucapkan “Subhanalloh” bagi laki-laki dan menepuk tangan bagi perempuan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
يَا أَيُّّّهَا النَّاسُ مَا لَكُمْ حِيْنَ نَابَكُمْ شَيْءٌ فِي الصَّلاَةِ أَخَذْتُمْ فِي التَّصْفِيْقُ، إِنَّمَا التَّصْفِيْقُ لِلنِّسَاءِ، مَنْ نَابَهُ شَيْءٌ فِيْ صَلاَتِهِ فَلْيَقُلْ “سُبْحَانَ اللهِ” فَإِنَّهُ لاَ يَسْمَعُهُ أَحَدٌ حِيْنَ يَقُوْلُ “سُبْحَانَ اللهِ” إِلاَّ التَّفَتَ
“Wahai segenap manusia, mengapa ketika terjadi sesuatu pada kalian dalam shalat kalian bertepuk tangan, padahal tepuk tangan* itu hanyalah untuk kaum perempuan. Barangsiapa yang menjumpai suatu kejadian dalam shalatnya, maka ucapkanlah “Subhanallah”, karena sesungguhnya tak seorangpun yang mendengar ucapan “Subhanallah” pasti menoleh”. (HR. Bukhari no.1177)
8. Memberitahu imam bila bacaannya keliru
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم صَلَّى صَلاَةً فَقَرَأَ فِيْهَا فَلُبِسَ عَلَيْهِ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ لِأَبِيٍّ أَصَلَّيْتَ مَعَنَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَمَا مَنَعَكَ
Dari Ibnu ‘Umar Radhiallahu ‘Anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengerjakan suatu shalat, lalu membaca (ayat al Qur’an) secara keliru. Ketika selesai shalat beliau bertanya kepada Ubay (bin Ka’ab), “Apakah engkau shalat berjama’ah dengan kami?”. Jawabnya, “Ya”. Beliau bertanya (lagi), “Maka apakah yang menghalangimu*?”. (HR. Abu Dawud no.907)
* yang dimaksud adalah Apakah yang menghalangimu untuk memberitahukan bahwa bacaan al Qur’an yang tadi di bacakan ketika shalat adalah keliru
9. Memukul orang yang memaksa akan lewat di hadapan orang yang shalat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ تُصَلِّ إِلاَّ إِلَى سُتْرَةِ وَلاَ تَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْكَ. فَإِنْ أَبَى فَلْتُقَاتِلْهُ فَإِنَّ مَعَهُ الْقَرِيْنَ
“Janganlah kamu shalat tanpa menghadap sutrah dan janganlah engkau membiarkan seseorang lewat di hadapan kamu (tanpa engkau cegah). Jika dia terus memaksa lewat di depanmu, bunuhlah (pukullah) dia karena sesungguhnya bersamanya ada teman (syaithan)” (HR. Ibnu Khuzaimah no.800 dari hadits Ibnu ‘Umar Radhiallahu ‘Anhuma dengan sanad yang jayyid (baik), Hakim no.921).
فَقَالَ أَبُوْ سَعِيْدٍ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى شَيْءٍ يَسْتُرُهُ مِنَ النَّاسِ فَأَرَادَ أَحَدٌ أَْن يَجْتَازَ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلْيَدْفَعْ فِيْ نَحْرِهِ فَإِنْ أَبَي فَلْيُقَاتِلْهُ فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ
Abu Sa’id Rahiallahu ‘Anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila seseorang diantara kalian sedang (shalat) menghadap sesuatu (sutrah) agar terlindung dari orang-orang (yang akan lewat di depannya), kemudian ada seseorang yang hendak lewat di hadapannya (diantara dirinya dengan sutrah), maka cegahlah di lehernya. Jika dia memaksa (untuk lewat), maka pukullah, karena sesungguhnya ia adalah syaithan”. (HR. Muslim no.505)
10. Menangis
عَنْ عَلِيَّ رضى الله تعالى عَنَّهُ قَالَ: مَا كَانَ فِيْنَا فَارِسٌ يَوْمَ بَدْرٍ غَيْرَ الْمِقْدَادِ، وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا فِيْنَا إِلاَّ نَائِمٌ، إِلاَّ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم تَحْتَ شَجَرَةٍ يُصَلِّيْ وَيَبْكِيْ حَتَّى أَصَبَحَ
Dari Ali Radhiallahu ‘Anhu ia berkata: “Tidak ada prajurit berkuda pada perang Baadar selain al-Miqdad. Sungguh saya melihat kami dan tiada diantara kami melainkan semuanya tidur nyenyak kecuali Rasulullah, ia shalat (malam) di bawah pohon sambil menangis”. (HR. Ahmad no.1023, Ibnu Khuzaimah no.899)
11. Shalat dengan menggunakan sandal (HR. Abu Dawud no. 650)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَلْيَنْظُرُ فَإِنْ رَأَى فِي نَعْلَيْهِ قَذْرَا أَوْ أَذَى فَلْيَمْسَحْهُ وَلْيُصَلِّ فِيْهِمَا
“Apabila seseorang diantara kalian datang ke masjid, maka perhatikanlah (bagian bawah kedua sandalnya – ed), jika ia melihat kotoran atau najis pada kedua sandalnya, maka gosokkanlah (ke bumi/tanah), kemudian shalatlah dengan keduanya”. (HR. Abu Dawud no.650)
FENOMENA KESURUPAN DALAM PANDANGAN ISLAM
Fenomena kesurupan masih mengundang perdebatan hingga saat ini. Kalangan yang menolak masih menggunakan alasan klasik yakni "tidak bisa diterima akal". Semoga kajian berikut bisa membuka kesadaran kita bahwa syariat Islam sejatinya dibangun di atas dalil bukan penilaian pribadi atau logika orang per orang.
Peristiwa masuknya Jin ke dalam tubuh manusia masih menjadi teka-teki bagi sebagian orang.
Peristiwa yang lebih dikenal dengan istilah kesurupan atau kerasukan Jin ini acap kali menjadi polemik di tengah masyarakat kita yang heterogen. Sehingga sekian persepsi bahkan kontroversi sikap pun meruak dan bermunculan ke permukaan. Ada yang membenarkan dan ada pula yang mengingkari. Bahkan ada pula yang menganggapnya sebagai perkara dusta dan termasuk dari kesyirikan. Para pembaca mediametafisika.com yang baik hati sebagai muslim sejati yang berupaya meniti jejak Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan para shahabatnya tentunya prinsip 'berpegang teguh dan merujuk kepada Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dalam berbeda pendapat' haruslah selalu dikedepankan. Sebagaimana bimbingan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam kalam-Nya nan suci:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا
"Dan berpegang teguhlah kalian semua dengan tali Allah dan janganlah kalian bercerai berai."
Al-Imam Al-Qurthubi berkata: "Allah Subhanahu wa Ta'ala mewajibkan kepada kita agar berpegang teguh dengan Kitab-Nya dan Sunnah Nabi-Nya serta merujuk kepada keduanya ketika terjadi perselisihan. Ia memerintahkan kepada kita agar bersatu di atas Al- Qur'an dan As-Sunnah secara keyakinan dan amalan..." Demikianlah timbangan adil yang dijunjung tinggi oleh Islam. Berangkat dari sini maka kami bermaksud menyajikan – di tengah-tengah anda – beberapa sajian ilmiah berupa keterangan atau fatwa dari Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu dan Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullahu seputar permasalahan kesurupan atau kerasukan Jin ini.
Dengan harapan ini bisa menjadi pelita dalam gelapnya permasalahan dan pembuka bagi cakrawala berpikir kita semua. Amiin ya Rabbal 'Alamin...Penjelasan Asy-Syaikh Abdul Azizbin Abdullah bin Baz rahimahullahuAsy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu berkata: "Segala puji hanyalah milik Allah Subhanahu wa Ta'ala semata. Shalawat dan salam semoga tercurahkan keharibaan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam keluarganya para shahabatnya dan orang-orang yang haus akan petunjuknya. Amma ba'du:
Pada bulan Sya'ban tahun 1407 H sejumlah surat kabar lokal dan nasional telah memuat berita – ada yang ringkas dan ada yang detail – tentang masuk Islamnya sejumlah Jin di hadapanku di kota Riyadh yang sedang merasuki tubuh salah seorang wanita muslimah. Sebelumnya Jin tersebut telah mengumumkan keislamannya di hadapan saudara Abdullah bin Musyarraf Al-'Amri seorang penduduk kota Riyadh. Setelah dibacakan ayat-ayat Al-Qur'an kepada wanita yang kerasukan itu dan berdialog dengan Jin itu serta mengingatkan bahwa perbuatannya itu merupakan dosa besar dan kedzaliman yang diharamkan saudara Abdullah pun menyuruhnya agar keluar dari tubuh si wanita. Jin itu pun patuh kemudian menyatakan keislamannya di hadapan saudara Abdullah ini.
Abdullah dan para wali wanita itu ingin membawa si wanita kepadaku agar aku turut menyaksikan keislaman Jin tersebut. Mereka pun datang kepadaku. Aku menanyai Jin tersebut tentang sebab-sebab dia masuk ke dalam tubuh si wanita. Dia pun menceritakan kepadaku beberapa faktor penyebabnya. Dia berbicara melalui mulut si wanita itu akan tetapi suaranya adalah suara seorang laki-laki dan bukan suara wanita yang ketika itu sedang duduk di kursi bersama-sama dengan saudara laki-lakinya saudara perempuannya dan Abdullah bin Musyarraf yang tidak jauh dari tempat dudukku.
Sebagian masyayikh pun menyaksikan kejadian ini dan mendengarkan secara langsung ucapan Jin tersebut yang telah menyatakan keislamannya. Dia menjelaskan bahwa asalnya dari India dan beragama Budha. Aku pun menasehatinya dan berwasiat kepadanya agar bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan memintanya keluar dari tubuh si wanita serta tidak menzaliminya. Dia pun menyambut ajakanku itu seraya mengatakan: "Aku merasa puas dengan agama Islam. "Aku wasiatkan pula kepadanya agar mengajak kaumnya untuk masuk Islam setelah Allah Subhanahu wa Ta'ala memberinya hidayah. Dia menjanjikan hal itu lalu ia pun keluar dari tubuh si wanita. Ucapan terakhir yang dia katakan ketika itu: "Assalamu'alaikum". Setelah itu barulah si wanita mulai berbicara dengan suara aslinya dan benar-benar merasakan kesembuhan serta kebugaran pada tubuhnya.
Selang sebulan atau lebih si wanita ini datang kembali kepadaku bersama dua saudara laki-laki paman dan saudarinya. Dia mengabarkan batentangan dengan syariat. Pikirannya selalu condong kepada agama Budha serta antusias untuk mempelajari buku-buku agama tersebut. Kini setelah Allah Shwa keadaannya sehat wal afiat dan syukur alhamdulillah Jin itu tidak mendatanginya lagi. Aku bertanya kepada wanita tersebut tentang kondisinya saat kemasukan Jin. Dia menjawab bahwa saat itu merasa selalu dihantui oleh pikiran-pikiran kotor yang berubhanahu wa Ta'ala menyelamatkannya dari gangguan Jin tersebut sirnalah berbagai pikiran yang menyimpang itu.
Kemudian sampailah berita kepadaku bahwa Asy-Syaikh 'Ali Ath-Thanthawi mengingkari peristiwa ini seraya menyatakan bahwa ini adalah penipuan dan kedustaan. Bisa jadi itu rekayasa rekaman yang dibawa oleh si wanita dan bukan dari ucapan Jin sama sekali. (Seketika itu juga) kuminta kaset rekaman tentang dialogku dengan Jin tersebut. Setelah kudengarkan secara seksama aku pun yakin bahwa suara itu adalah suara Jin. Sungguh aku sangat heran dengan pernyataan yang dilontarkan Asy-Syaikh 'Ali Ath-Thanthawi bahwa itu adalah rekayasa rekaman belaka. Karena aku berulang kali mengajukan pertanyaan kepada Jin tersebut dan dia pun selalu menjawabnya. Bagaimana mungkin akal sehat bisa membenarkan adanya sebuah tape/alat rekam yang bisa ditanya dan bisa menjawab?! Sungguh ini merupakan kesalahan fatal dan statement yang sulit untuk diterima.
Asy-Syaikh 'Ali Ath-Thanthawi juga menyatakan bahwa masuk Islamnya seorang Jin oleh seorang manusia bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala tentang Nabi Sulaiman 'alaihissalam:
وَهَبْ لِي مُلْكًا لاَ يَنْبَغِي لأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي
"Dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun sesudahku."
Tidak diragukan lagi pernyataan di atas merupakan kesalahan dan pemahaman yang keliru semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberinya hidayah. Masuk Islamnya seorang Jin oleh manusia tidaklah menyelisihi doa Nabi Sulaiman.
Karena sungguh telah banyak Jin yang masuk Islam melalui Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam surat Al-Ahqaf dan Al-Jin. Demikian pula telah disebuntukan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim dari hadits Abu Hurairah radhiallahu 'anhu da dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam beliau bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ عَرَضَ لِي فَشَّدَ عَلَيَّ لِيَقْطَعَ الصَّلاَةَ عَلَيَّ فَأَمْكَنَنِيَ اللهُ مِنْهُ فَذَعَتُّهُ وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أُوْثِقَهُ إِلَى سَارِيَةٍ حَتَّى تُصْبِحُوا فَتَنْظُرُوا إِلَيْهِ فَذَكَرْتُ قَوْلَ سُلَيْمَانَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ ، فَرَدَّهُ اللهُ خَاسِيًا. هَذَا لَفْظُ الْبُخَارِي
"Sesungguhnya setan telah menampakkan diri di hadapanku untuk memutus shalatku. Namun Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kekuatan kepadaku untuk menghadapinya {baca: mengalahkannya} sehingga aku dapat mendorongnya dengan kuat. Sungguh sebenarnya aku ingin mengikatnya di sebuah tiang hingga kalian dapat menontonnya di pagi harinya. Tapi aku teringat akan ucapan saudaraku Nabi Sulaiman 'alaihissalam: 'Ya Rabbi anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun sesudahku'. Maka Allah mengusirnya dalam keadaan hina."
Demikianlah lafadz yang diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari. Adapun lafadz Al- Imam Muslim adalah sebagai berikut:
إِنَّ عِفْرِيْتًا مِنَ الْجِنِّ جَعَلَ يَفْتِكُ عَلَيَّ الْبَارِحَةَ لِيَقْطَعَ عَلَيَّ الصَّلاَةَ وَإِنَّ اللهَ أَمْكَنَنِيْ مِنْهُ فَذَعَتُّهُ فَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَرْبِطَهُ إِلَى جَنْبِ سَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ حَتَّى تُصْبِحُوا تَنْظُرُونَ إِلَيْهِ أَجْمَعُونَ أَوْ كُلُّكُمْ ثُمَّ ذَكَرْتُ قَوْلَ أَخِيْ سُلَيْمَانَ فَرَدَّهُ اللهُ خَاسِئًا.
"Sesungguhnya 'Ifrit dari kalangan Jin telah menampakkan diri di hadapanku tadi malam untuk memutus shalatku. Namun Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kekuatan kepadaku untuk menghadapinya sehingga aku dapat mendorongnya dengan kuat. Sungguh sebenarnya aku ingin mengikatnya di salah satu tiang masjid hingga kalian semua dapat menontonnya di pagi harinya. Tapi aku teringat akan ucapan saudaraku Nabi Sulaiman 'alaihissalam: 'Ya Rabbi anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun sesudahku'. Maka Allah mengusirnya dalam keadaan hina."
Para pembaca mediametafisika.com yang budiman peristiwa masuknya Jin ke dalam tubuh manusia hingga membuatnya kesurupan telah ada keterangannya di dalam Kitabullah Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan ijma' umat ini. Maka tidak bisa dibenarkan bagi orang yang tergolong intelek untuk mengingkarinya tanpa berlandaskan ilmu dan petunjuk ilahi. Bahkan karena semata-mata taqlid kepada sebagian ahli bid'ah yang berseberangan dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Wallahul musta'an walaa haula walaa quwwata illa billah.
Akan aku sajikan untuk anda – wahai pembaca – beberapa perkataan ahlul ilmi tentang masalah ini insya Allah.
Berikut ini pernyataan para mufassir berkenaan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
"Orang-orang yang makan riba itu tidaklah berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran penyakit gila." (QS al-Baqarah 2:275)
Al-Imam Abu Ja'far Ibnu Jarir Ath-Thabari berkata: "Yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah orang yang kesurupan di dunia yang mana setan merasukinya hingga menjadi gila {rusak akalnya}." Al-Imam Al-Baghawi berkata tentang makna al-massu: "Yaitu gila/hilang akal. Seseorang disebut مَمْسُوْسٌ jika dia menjadi gila atau rusak akalnya."Al-Imam Ibnu Katsir berkata: "Orang-orang pemakan riba itu tidaklah dibangkitkan dari kubur mereka di hari kiamat melainkan seperti bangkitnya orang yang kesurupan saat setan merasukinya yaitu berdiri dalam keadaan sempoyongan. Shahabat Abdullah bin 'Abbas radhiallahu 'anhuma berkata: 'Seorang pemakan riba akan dibangkitkan di hari kiamat dalam keadaan gila.' Seperti itu pula yang diriwayatkannya dari Auf bin Malik Sa'id bin Jubair As-Suddi Rabi' bin Anas Qatadah dan Muqatil bin Hayyan. "Al-Imam Al-Qurthubi berkata: "Di dalam ayat ini terdapat argumen tentang rusaknya pendapat orang yang mengingkari adanya kesurupan Jin. Juga argumen tentang rusaknya anggapan bahwa itu hanyalah proses alamiah yang terjadi pada tubuh manusia serta rusaknya anggapan bahwa setan tidak dapat merasuki tubuh manusia."
Perkataan para ahli tafsir yang semakna dengan ini cukup banyak. Barangsiapa yang mencari insyaAllah akan mendapatkannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu dalam kitabnya Idhah Ad-Dilalah Fi 'Umumir Risalah Lits-tsaqalain yang terdapat dalam Majmu' Fatawa – setelah berbicara beberapa hal – berkata: "Oleh karena itu sekelompok orang dari kalangan Mu'tazilah semacam Al-Jubba'i Abu Bakr Ar-Razi dan yang semisalnya mengingkari peristiwa masuknya Jin ke dalam tubuh orang yang kesurupan namun tidak mengingkari adanya Jin. Hal itu karena dalil dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tentang peristiwa masuknya Jin ke dalam tubuh orang yang kesurupan tidak sejelas dalil yang menunjukkan tentang adanya Jin walaupun sesungguhnya mereka itu keliru. Karena itu Al-Imam Abul Hasan Al-Asy'ari menyebutkan dalam Maqalat Ahlis Sunnah Wal Jama'ah bahwasanya mereka {yakni Ahlus Sunnah} menyatakan: "Sesungguhnya Jin itu dapat masuk ke dalam tubuh orang yang kesurupan sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
"Orang-orang yang makan riba itu tidaklah berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran penyakit gila."
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rahimahumallahu berkata: "Aku pernah berkata pada ayahku: 'Sesungguhnya ada sekelompok orang yang mengatakan bahwa Jin itu tidak dapat masuk ke dalam tubuh manusia.' Maka ayahku berkata: 'Wahai anakku mereka itu berdusta. Bahkan Jin dapat berbicara melalui mulut orang yang kesurupan.'
Permasalahan ini telah dijelaskan secara panjang lebar pada tempatnya."Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu dalam Majmu' Fatawa juga mengatakan: "Keberadaan Jin merupakan perkara yang benar menurut Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam serta kesepakatan salaful ummah {para pendahulu umat ini} dan para ulamanya. Demikian pula masuknya Jin ke dalam tubuh manusia juga merupakan perkara yang benar sesuai dengan kesepakatan para imam Ahlus Sunnah wal Jamaah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
"Orang-orang yang makan riba itu tidaklah dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran penyakit gila."
Di dalam kitab Ash-Shahih dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam beliau bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ
"Sesungguhnya setan itu dapat berjalan pada tubuh anak cucu Adam melalui aliran darah."
{HR.Al-Bukhari Kitab Al-Ahkam no. 7171 dan Muslim Kitab As-Salam no. 2175}
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rahimahumallahu berkata: "Aku pernah berkata pada ayahku: 'Sesungguhnya ada sekelompok orang yang mengatakan bahwa Jin itu tidak dapat masuk ke dalam tubuh manusia.' Maka ayahku berkata: 'Wahai anakku mereka itu berdusta. Bahkan Jin dapat berbicara melalui mulut orang yang kesurupan. 'Apa yang Al-Imam Ahmad katakan ini adalah perkara yang masyhur. Sangat mungkin seseorang yang mengalami kesurupan berbicara dengan sesuatu yang tidak dipahaminya. Ketika tubuhnya dipukul dengan keras pun ia tidak merasakannya. Padahal bila pukulan itu ditimpakan kepada unta jantan niscaya akan kesakitan. Sebagaimana ia tidak menyadari pula apa yang diucapkannya. Seorang yang kesurupan terkadang dapat menarik tubuh orang lain yang sehat.
Dia juga dapat menarik alas duduk yang didudukinya serta dapat memindahkan berbagai macam benda dari satu tempat ke tempat yang lain dan sebagainya. Siapa saja yang menyaksikannya niscaya meyakini bahwa yang berbicara melalui mulut orang yang kesurupan itu dan yang menggerakkan benda-benda tadi bukanlah diri orang yang kesurupan tersebut. Tidak ada para imam yang mengingkari masuknya Jin ke dalam tubuh orang yang kesurupan. Barangsiapa mengklaim bahwa syariat ini telah mendustakan peristiwa tersebut berarti dia telah berdusta atas nama syariat. Dan sesungguhnya tidak ada dalil-dalil syar'i yang menafikannya."
-sekian nukilan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah-
Peristiwa masuknya Jin ke dalam tubuh manusia masih menjadi teka-teki bagi sebagian orang.
Peristiwa yang lebih dikenal dengan istilah kesurupan atau kerasukan Jin ini acap kali menjadi polemik di tengah masyarakat kita yang heterogen. Sehingga sekian persepsi bahkan kontroversi sikap pun meruak dan bermunculan ke permukaan. Ada yang membenarkan dan ada pula yang mengingkari. Bahkan ada pula yang menganggapnya sebagai perkara dusta dan termasuk dari kesyirikan. Para pembaca mediametafisika.com yang baik hati sebagai muslim sejati yang berupaya meniti jejak Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan para shahabatnya tentunya prinsip 'berpegang teguh dan merujuk kepada Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dalam berbeda pendapat' haruslah selalu dikedepankan. Sebagaimana bimbingan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam kalam-Nya nan suci:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا
"Dan berpegang teguhlah kalian semua dengan tali Allah dan janganlah kalian bercerai berai."
Al-Imam Al-Qurthubi berkata: "Allah Subhanahu wa Ta'ala mewajibkan kepada kita agar berpegang teguh dengan Kitab-Nya dan Sunnah Nabi-Nya serta merujuk kepada keduanya ketika terjadi perselisihan. Ia memerintahkan kepada kita agar bersatu di atas Al- Qur'an dan As-Sunnah secara keyakinan dan amalan..." Demikianlah timbangan adil yang dijunjung tinggi oleh Islam. Berangkat dari sini maka kami bermaksud menyajikan – di tengah-tengah anda – beberapa sajian ilmiah berupa keterangan atau fatwa dari Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu dan Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullahu seputar permasalahan kesurupan atau kerasukan Jin ini.
Dengan harapan ini bisa menjadi pelita dalam gelapnya permasalahan dan pembuka bagi cakrawala berpikir kita semua. Amiin ya Rabbal 'Alamin...Penjelasan Asy-Syaikh Abdul Azizbin Abdullah bin Baz rahimahullahuAsy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu berkata: "Segala puji hanyalah milik Allah Subhanahu wa Ta'ala semata. Shalawat dan salam semoga tercurahkan keharibaan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam keluarganya para shahabatnya dan orang-orang yang haus akan petunjuknya. Amma ba'du:
Pada bulan Sya'ban tahun 1407 H sejumlah surat kabar lokal dan nasional telah memuat berita – ada yang ringkas dan ada yang detail – tentang masuk Islamnya sejumlah Jin di hadapanku di kota Riyadh yang sedang merasuki tubuh salah seorang wanita muslimah. Sebelumnya Jin tersebut telah mengumumkan keislamannya di hadapan saudara Abdullah bin Musyarraf Al-'Amri seorang penduduk kota Riyadh. Setelah dibacakan ayat-ayat Al-Qur'an kepada wanita yang kerasukan itu dan berdialog dengan Jin itu serta mengingatkan bahwa perbuatannya itu merupakan dosa besar dan kedzaliman yang diharamkan saudara Abdullah pun menyuruhnya agar keluar dari tubuh si wanita. Jin itu pun patuh kemudian menyatakan keislamannya di hadapan saudara Abdullah ini.
Abdullah dan para wali wanita itu ingin membawa si wanita kepadaku agar aku turut menyaksikan keislaman Jin tersebut. Mereka pun datang kepadaku. Aku menanyai Jin tersebut tentang sebab-sebab dia masuk ke dalam tubuh si wanita. Dia pun menceritakan kepadaku beberapa faktor penyebabnya. Dia berbicara melalui mulut si wanita itu akan tetapi suaranya adalah suara seorang laki-laki dan bukan suara wanita yang ketika itu sedang duduk di kursi bersama-sama dengan saudara laki-lakinya saudara perempuannya dan Abdullah bin Musyarraf yang tidak jauh dari tempat dudukku.
Sebagian masyayikh pun menyaksikan kejadian ini dan mendengarkan secara langsung ucapan Jin tersebut yang telah menyatakan keislamannya. Dia menjelaskan bahwa asalnya dari India dan beragama Budha. Aku pun menasehatinya dan berwasiat kepadanya agar bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan memintanya keluar dari tubuh si wanita serta tidak menzaliminya. Dia pun menyambut ajakanku itu seraya mengatakan: "Aku merasa puas dengan agama Islam. "Aku wasiatkan pula kepadanya agar mengajak kaumnya untuk masuk Islam setelah Allah Subhanahu wa Ta'ala memberinya hidayah. Dia menjanjikan hal itu lalu ia pun keluar dari tubuh si wanita. Ucapan terakhir yang dia katakan ketika itu: "Assalamu'alaikum". Setelah itu barulah si wanita mulai berbicara dengan suara aslinya dan benar-benar merasakan kesembuhan serta kebugaran pada tubuhnya.
Selang sebulan atau lebih si wanita ini datang kembali kepadaku bersama dua saudara laki-laki paman dan saudarinya. Dia mengabarkan batentangan dengan syariat. Pikirannya selalu condong kepada agama Budha serta antusias untuk mempelajari buku-buku agama tersebut. Kini setelah Allah Shwa keadaannya sehat wal afiat dan syukur alhamdulillah Jin itu tidak mendatanginya lagi. Aku bertanya kepada wanita tersebut tentang kondisinya saat kemasukan Jin. Dia menjawab bahwa saat itu merasa selalu dihantui oleh pikiran-pikiran kotor yang berubhanahu wa Ta'ala menyelamatkannya dari gangguan Jin tersebut sirnalah berbagai pikiran yang menyimpang itu.
Kemudian sampailah berita kepadaku bahwa Asy-Syaikh 'Ali Ath-Thanthawi mengingkari peristiwa ini seraya menyatakan bahwa ini adalah penipuan dan kedustaan. Bisa jadi itu rekayasa rekaman yang dibawa oleh si wanita dan bukan dari ucapan Jin sama sekali. (Seketika itu juga) kuminta kaset rekaman tentang dialogku dengan Jin tersebut. Setelah kudengarkan secara seksama aku pun yakin bahwa suara itu adalah suara Jin. Sungguh aku sangat heran dengan pernyataan yang dilontarkan Asy-Syaikh 'Ali Ath-Thanthawi bahwa itu adalah rekayasa rekaman belaka. Karena aku berulang kali mengajukan pertanyaan kepada Jin tersebut dan dia pun selalu menjawabnya. Bagaimana mungkin akal sehat bisa membenarkan adanya sebuah tape/alat rekam yang bisa ditanya dan bisa menjawab?! Sungguh ini merupakan kesalahan fatal dan statement yang sulit untuk diterima.
Asy-Syaikh 'Ali Ath-Thanthawi juga menyatakan bahwa masuk Islamnya seorang Jin oleh seorang manusia bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala tentang Nabi Sulaiman 'alaihissalam:
وَهَبْ لِي مُلْكًا لاَ يَنْبَغِي لأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي
"Dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun sesudahku."
Tidak diragukan lagi pernyataan di atas merupakan kesalahan dan pemahaman yang keliru semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberinya hidayah. Masuk Islamnya seorang Jin oleh manusia tidaklah menyelisihi doa Nabi Sulaiman.
Karena sungguh telah banyak Jin yang masuk Islam melalui Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam surat Al-Ahqaf dan Al-Jin. Demikian pula telah disebuntukan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim dari hadits Abu Hurairah radhiallahu 'anhu da dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam beliau bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ عَرَضَ لِي فَشَّدَ عَلَيَّ لِيَقْطَعَ الصَّلاَةَ عَلَيَّ فَأَمْكَنَنِيَ اللهُ مِنْهُ فَذَعَتُّهُ وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أُوْثِقَهُ إِلَى سَارِيَةٍ حَتَّى تُصْبِحُوا فَتَنْظُرُوا إِلَيْهِ فَذَكَرْتُ قَوْلَ سُلَيْمَانَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ ، فَرَدَّهُ اللهُ خَاسِيًا. هَذَا لَفْظُ الْبُخَارِي
"Sesungguhnya setan telah menampakkan diri di hadapanku untuk memutus shalatku. Namun Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kekuatan kepadaku untuk menghadapinya {baca: mengalahkannya} sehingga aku dapat mendorongnya dengan kuat. Sungguh sebenarnya aku ingin mengikatnya di sebuah tiang hingga kalian dapat menontonnya di pagi harinya. Tapi aku teringat akan ucapan saudaraku Nabi Sulaiman 'alaihissalam: 'Ya Rabbi anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun sesudahku'. Maka Allah mengusirnya dalam keadaan hina."
Demikianlah lafadz yang diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari. Adapun lafadz Al- Imam Muslim adalah sebagai berikut:
إِنَّ عِفْرِيْتًا مِنَ الْجِنِّ جَعَلَ يَفْتِكُ عَلَيَّ الْبَارِحَةَ لِيَقْطَعَ عَلَيَّ الصَّلاَةَ وَإِنَّ اللهَ أَمْكَنَنِيْ مِنْهُ فَذَعَتُّهُ فَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَرْبِطَهُ إِلَى جَنْبِ سَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ حَتَّى تُصْبِحُوا تَنْظُرُونَ إِلَيْهِ أَجْمَعُونَ أَوْ كُلُّكُمْ ثُمَّ ذَكَرْتُ قَوْلَ أَخِيْ سُلَيْمَانَ فَرَدَّهُ اللهُ خَاسِئًا.
"Sesungguhnya 'Ifrit dari kalangan Jin telah menampakkan diri di hadapanku tadi malam untuk memutus shalatku. Namun Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kekuatan kepadaku untuk menghadapinya sehingga aku dapat mendorongnya dengan kuat. Sungguh sebenarnya aku ingin mengikatnya di salah satu tiang masjid hingga kalian semua dapat menontonnya di pagi harinya. Tapi aku teringat akan ucapan saudaraku Nabi Sulaiman 'alaihissalam: 'Ya Rabbi anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun sesudahku'. Maka Allah mengusirnya dalam keadaan hina."
Para pembaca mediametafisika.com yang budiman peristiwa masuknya Jin ke dalam tubuh manusia hingga membuatnya kesurupan telah ada keterangannya di dalam Kitabullah Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan ijma' umat ini. Maka tidak bisa dibenarkan bagi orang yang tergolong intelek untuk mengingkarinya tanpa berlandaskan ilmu dan petunjuk ilahi. Bahkan karena semata-mata taqlid kepada sebagian ahli bid'ah yang berseberangan dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Wallahul musta'an walaa haula walaa quwwata illa billah.
Akan aku sajikan untuk anda – wahai pembaca – beberapa perkataan ahlul ilmi tentang masalah ini insya Allah.
Berikut ini pernyataan para mufassir berkenaan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
"Orang-orang yang makan riba itu tidaklah berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran penyakit gila." (QS al-Baqarah 2:275)
Al-Imam Abu Ja'far Ibnu Jarir Ath-Thabari berkata: "Yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah orang yang kesurupan di dunia yang mana setan merasukinya hingga menjadi gila {rusak akalnya}." Al-Imam Al-Baghawi berkata tentang makna al-massu: "Yaitu gila/hilang akal. Seseorang disebut مَمْسُوْسٌ jika dia menjadi gila atau rusak akalnya."Al-Imam Ibnu Katsir berkata: "Orang-orang pemakan riba itu tidaklah dibangkitkan dari kubur mereka di hari kiamat melainkan seperti bangkitnya orang yang kesurupan saat setan merasukinya yaitu berdiri dalam keadaan sempoyongan. Shahabat Abdullah bin 'Abbas radhiallahu 'anhuma berkata: 'Seorang pemakan riba akan dibangkitkan di hari kiamat dalam keadaan gila.' Seperti itu pula yang diriwayatkannya dari Auf bin Malik Sa'id bin Jubair As-Suddi Rabi' bin Anas Qatadah dan Muqatil bin Hayyan. "Al-Imam Al-Qurthubi berkata: "Di dalam ayat ini terdapat argumen tentang rusaknya pendapat orang yang mengingkari adanya kesurupan Jin. Juga argumen tentang rusaknya anggapan bahwa itu hanyalah proses alamiah yang terjadi pada tubuh manusia serta rusaknya anggapan bahwa setan tidak dapat merasuki tubuh manusia."
Perkataan para ahli tafsir yang semakna dengan ini cukup banyak. Barangsiapa yang mencari insyaAllah akan mendapatkannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu dalam kitabnya Idhah Ad-Dilalah Fi 'Umumir Risalah Lits-tsaqalain yang terdapat dalam Majmu' Fatawa – setelah berbicara beberapa hal – berkata: "Oleh karena itu sekelompok orang dari kalangan Mu'tazilah semacam Al-Jubba'i Abu Bakr Ar-Razi dan yang semisalnya mengingkari peristiwa masuknya Jin ke dalam tubuh orang yang kesurupan namun tidak mengingkari adanya Jin. Hal itu karena dalil dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tentang peristiwa masuknya Jin ke dalam tubuh orang yang kesurupan tidak sejelas dalil yang menunjukkan tentang adanya Jin walaupun sesungguhnya mereka itu keliru. Karena itu Al-Imam Abul Hasan Al-Asy'ari menyebutkan dalam Maqalat Ahlis Sunnah Wal Jama'ah bahwasanya mereka {yakni Ahlus Sunnah} menyatakan: "Sesungguhnya Jin itu dapat masuk ke dalam tubuh orang yang kesurupan sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
"Orang-orang yang makan riba itu tidaklah berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran penyakit gila."
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rahimahumallahu berkata: "Aku pernah berkata pada ayahku: 'Sesungguhnya ada sekelompok orang yang mengatakan bahwa Jin itu tidak dapat masuk ke dalam tubuh manusia.' Maka ayahku berkata: 'Wahai anakku mereka itu berdusta. Bahkan Jin dapat berbicara melalui mulut orang yang kesurupan.'
Permasalahan ini telah dijelaskan secara panjang lebar pada tempatnya."Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu dalam Majmu' Fatawa juga mengatakan: "Keberadaan Jin merupakan perkara yang benar menurut Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam serta kesepakatan salaful ummah {para pendahulu umat ini} dan para ulamanya. Demikian pula masuknya Jin ke dalam tubuh manusia juga merupakan perkara yang benar sesuai dengan kesepakatan para imam Ahlus Sunnah wal Jamaah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
"Orang-orang yang makan riba itu tidaklah dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran penyakit gila."
Di dalam kitab Ash-Shahih dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam beliau bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ
"Sesungguhnya setan itu dapat berjalan pada tubuh anak cucu Adam melalui aliran darah."
{HR.Al-Bukhari Kitab Al-Ahkam no. 7171 dan Muslim Kitab As-Salam no. 2175}
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rahimahumallahu berkata: "Aku pernah berkata pada ayahku: 'Sesungguhnya ada sekelompok orang yang mengatakan bahwa Jin itu tidak dapat masuk ke dalam tubuh manusia.' Maka ayahku berkata: 'Wahai anakku mereka itu berdusta. Bahkan Jin dapat berbicara melalui mulut orang yang kesurupan. 'Apa yang Al-Imam Ahmad katakan ini adalah perkara yang masyhur. Sangat mungkin seseorang yang mengalami kesurupan berbicara dengan sesuatu yang tidak dipahaminya. Ketika tubuhnya dipukul dengan keras pun ia tidak merasakannya. Padahal bila pukulan itu ditimpakan kepada unta jantan niscaya akan kesakitan. Sebagaimana ia tidak menyadari pula apa yang diucapkannya. Seorang yang kesurupan terkadang dapat menarik tubuh orang lain yang sehat.
Dia juga dapat menarik alas duduk yang didudukinya serta dapat memindahkan berbagai macam benda dari satu tempat ke tempat yang lain dan sebagainya. Siapa saja yang menyaksikannya niscaya meyakini bahwa yang berbicara melalui mulut orang yang kesurupan itu dan yang menggerakkan benda-benda tadi bukanlah diri orang yang kesurupan tersebut. Tidak ada para imam yang mengingkari masuknya Jin ke dalam tubuh orang yang kesurupan. Barangsiapa mengklaim bahwa syariat ini telah mendustakan peristiwa tersebut berarti dia telah berdusta atas nama syariat. Dan sesungguhnya tidak ada dalil-dalil syar'i yang menafikannya."
-sekian nukilan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah-
BOLEKAH BICARA SAAT WUDHU ?
Sebagian fuqaha memakruhkan berbicara ketika wudhu, dasarnya karena hal itu membuat tidak sempurna isbagh (meratakan air) -nya. Demikian alasan para fuqaha yang memakruhkan berbicara ketika wudhu, yaitu karena berbicara ketika itu menyibukkan seseorang dalam ibadahnya dan dapat melalaikannya.
Namun yang rajih adalah tidak mengapa seseorang yang sedang berwudhu itu berbicara, baik saling berkata-kata maupun menanggapi ucapan orang lain.


Adapun saling berkata-kata ketika wudhu, terdapat hadits dalam As Shahih, bahwa Nabi ~Shallallahu'alaihi Wasallam~ sebagaimana dalam hadits 'Aisyah dan Abdullah bin 'Amr dan Abu Hurairah, Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: "neraka Wail bagi tumit-tumit (yang tidak terbasuh air wudhu)"
Di sini beliau mengajak bicara para sahabat yang sedang wudhu, yaitu sedang mencuci kaki mereka, dan mereka kurang sempurna dalam meratakan air sampai mereka membiarkan sebagian tumit mereka tidak terbasuh, maka Nabi bersabda: "neraka Wail bagi tumit-tumit (yang tidak terbasuh air wudhu)"
Dan perkataan beliau ini didengar dan dipahami oleh para sahabat yang berwudhu, dan berbicara itu hukum asalnya mubah, sedangkan makruh adalah sebuah hukum syar'i, menetapkan suatu hukum syar'i butuh bersandar kepada dalil. Hukum yang tidak didasari dalil maka tidak bisa ditetapkan.
Dan tidak mungkin kita menetapkan hukum tanpa ada sandaran yang jelas semisal hanya berdasar pada akalnya, seleranya atau opininya, namun yang benar kita harus menetapkan hukum dengan dalil syar'i baik dalam mengharamkan, dalam memakruhkan, dalam mewajibkan, dan dalam menyunnahkan wajib mendasari semua itu dengan dalil.
Adapun perkara mubah, secara umum mubah adalah hukum asal. "hukum asal segala sesuatu adalah mubah"
Beberapa dasar dibolehkannya berbicara di saat berwudhu :
Pertama,
Tidak terdapatnya satu dalil shahih pun yang melarang hal itu. Sedang menetapkan makruh atau haramnya sesuatu perlu dengan dalil yang shahih.
Kedua,
Diriwayatkan oleh al-Mughirah bin Syu’bah, ia berkata: Aku pernah bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian beliau berwudhu, lalu aku merunduk untuk melepas sarung kaki (khuf)-nya. Namun, beliau bersabda, ‘Biarkanlah keduanya, karena sesungguhnya aku memasukkan keduanya (kedua kaki) dalam keadaan suci.’ Lalu, beliau mengusap kedua khuf-nya tersebut.
[HR. al-Bukhari 206 dan Muslim 79].
Tampak pada hadits di atas, bahwa sebelum Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengusap khuff-nya (sebagai ganti dari mencuci kaki) beliau terlebih dahulu berbicara dengan memberikan arahan kepada al-Mughirah bin Syu’bah agar khuff yang beliau kenakan tidak dicopot. Hal ini menunjukkan bahwa berbicara di saat wudhu adalah boleh. Tapi alangkah baiknya ketika kita berwudhu kita dalam keadaan diam dan tidak berbicara. Itu semua untuk memungkinkan kita lebih khusyu’ dalam berwudhu.
Oleh : Syaikh Khalid Al Mushlih hafizhahullah
Namun yang rajih adalah tidak mengapa seseorang yang sedang berwudhu itu berbicara, baik saling berkata-kata maupun menanggapi ucapan orang lain.

Adapun saling berkata-kata ketika wudhu, terdapat hadits dalam As Shahih, bahwa Nabi ~Shallallahu'alaihi Wasallam~ sebagaimana dalam hadits 'Aisyah dan Abdullah bin 'Amr dan Abu Hurairah, Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: "neraka Wail bagi tumit-tumit (yang tidak terbasuh air wudhu)"
Di sini beliau mengajak bicara para sahabat yang sedang wudhu, yaitu sedang mencuci kaki mereka, dan mereka kurang sempurna dalam meratakan air sampai mereka membiarkan sebagian tumit mereka tidak terbasuh, maka Nabi bersabda: "neraka Wail bagi tumit-tumit (yang tidak terbasuh air wudhu)"
Dan perkataan beliau ini didengar dan dipahami oleh para sahabat yang berwudhu, dan berbicara itu hukum asalnya mubah, sedangkan makruh adalah sebuah hukum syar'i, menetapkan suatu hukum syar'i butuh bersandar kepada dalil. Hukum yang tidak didasari dalil maka tidak bisa ditetapkan.
Dan tidak mungkin kita menetapkan hukum tanpa ada sandaran yang jelas semisal hanya berdasar pada akalnya, seleranya atau opininya, namun yang benar kita harus menetapkan hukum dengan dalil syar'i baik dalam mengharamkan, dalam memakruhkan, dalam mewajibkan, dan dalam menyunnahkan wajib mendasari semua itu dengan dalil.
Adapun perkara mubah, secara umum mubah adalah hukum asal. "hukum asal segala sesuatu adalah mubah"
Beberapa dasar dibolehkannya berbicara di saat berwudhu :
Pertama,
Tidak terdapatnya satu dalil shahih pun yang melarang hal itu. Sedang menetapkan makruh atau haramnya sesuatu perlu dengan dalil yang shahih.
Kedua,
Diriwayatkan oleh al-Mughirah bin Syu’bah, ia berkata: Aku pernah bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian beliau berwudhu, lalu aku merunduk untuk melepas sarung kaki (khuf)-nya. Namun, beliau bersabda, ‘Biarkanlah keduanya, karena sesungguhnya aku memasukkan keduanya (kedua kaki) dalam keadaan suci.’ Lalu, beliau mengusap kedua khuf-nya tersebut.
[HR. al-Bukhari 206 dan Muslim 79].
Tampak pada hadits di atas, bahwa sebelum Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengusap khuff-nya (sebagai ganti dari mencuci kaki) beliau terlebih dahulu berbicara dengan memberikan arahan kepada al-Mughirah bin Syu’bah agar khuff yang beliau kenakan tidak dicopot. Hal ini menunjukkan bahwa berbicara di saat wudhu adalah boleh. Tapi alangkah baiknya ketika kita berwudhu kita dalam keadaan diam dan tidak berbicara. Itu semua untuk memungkinkan kita lebih khusyu’ dalam berwudhu.
Oleh : Syaikh Khalid Al Mushlih hafizhahullah
BOLEHKAH LAKI-LAKI MENANGIS ?

❥ Menangis adalah sebuah reaksi emosi yang wajar. Umumnya, perempuan lebih mudah dan lebih sering menangis daripada laki-laki. Masyarakat umumnya menuntut laki-laki agar kuat dan tegar, salah satu bentuknya adalah dengan tidak menangis. Jika seorang laki-laki kedapatan sedang menangis, cibiran dan cemoohan pun akan tertuju padanya. “Kamu itu laki-laki, jangan nangis seperti perempuan!”
❥ Laki-laki memang harus kuat, tetapi bukan berarti tak boleh menangis. Menangislah ketika mengingat ALLAH.. Menangislah ketika menyesali dosa-dosa yang telah diperbuat. Menangislah..
❥ Pernah suatu ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menangis sepanjang malam. Apa yang membuat beliau menangis sepanjang malam? Apakah istri? Anak keturunan? Harta benda dan kebun-kebun? Ternyata bukan karena hal-hal duniawi tersebut..
❥ Beliau menangisnya karena dalam shalatnya beliau membaca Al-Qur'an Surah Al-Ma’idah ayat 118 yang menceritakan doa untuk umatnya, untuk kita..
❥ Beliau shalat sambil menangis hingga waktu Subuh tiba..
Beliau terus mengulang-ulang ayat tersebut. “Jika Engkau siksa mereka, sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-MU, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkau Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”
❥ Kemudian beliau memanjatkan kedua tangan seraya berdoa, “Ya ALLAH, umatku .. umatku ..”
Lalu beliau menangis tersedu-sedu.
❥ ALLAH Subhanahu Wata’ala berkata kepada Jibril, “Wahai Jibril, pergi dan temuilah Muhammad. Tuhanmu Maha Mengetahui. Sekarang tanyakan kepadanya, kenapa dia menangis?”
❥ Jibril pun menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam untuk menanyakan sebab musabab beliau menangis. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berterus terang kepada Jibril mengenai kekhawatiran beliau pada umat beliau. Jibril pun melaporkan pengaduan Rasulullah itu kepada ALLAH..
❥ ALLAH menjawab, “Sekarang, pergi dan temui Muhammad. Katakan padanya bahwa Aku meridainya untuk memberikan syafaat kepada umatnya dan Aku tidak akan berbuat buruk kepadanya (selama tidak menyekutukan Allah).” (HR. Muslim dan Ath-Thabari)
❥ Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, manusia mulia itu, laki-laki agung itu, menangis dalam shalatnya. Menangis memohon ampunan untuk umatnya, kita..
❥ SubhanALLAH..Sungguh besar cinta Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pada kita.Bagaimana dengan kita? Menangiskah kita ketika mengingat ALLAH dan Rasul-Nya?
❥ Rindu kami padamu ya Rasul..
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّد
❥ Semoga Shalawat serta Salam,Senantiasa ALLAH limpah curahkan kepada Junjunan kita,Nabi Besar Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam,kepada Keluarganya,Sahabat2nya,dan Kita juga sebagai umat nya semoga Mendapat Syafaat Beliau kelak di Hari Kiamat..
Aamiin Yaa Rabbal'aalaamiin
BENARKAH KUBURAN ADALAH TEMPAT PERISTIRAHATAN TERAKHIR ?
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk (ziyarah) ke dalam kubur” QS AZ-zALAH 1-2
selalu setiap penyelenggaraaan jenazah muslim, pemandu acara mengatakan “marilah kita sama-sama mengantarkan si fulan / fulanah keperistirahatan terakhirnya..”.
Alangkah ruginya seorang mukmin yang beribadah siang malam, berbuat amal sholeh, sedekah, dan berjihad di jalan Allah kalau hanya terbaring saja jasad dan ruhnya, dan alangkah beruntungnya kafir dan para pendosa semasa hidupnya berbuat makar kalau finishnya hanya dikuburan saja tanpa ada perhitungan..?
Rasullah bersabda ” Demi yang jiwaku ada ditangan-Nya, tiadalah perumpamaanku terhadap dunia melaikan seperti seorang pengendara yang berjalan di hari yang panas, lalu bernaung dibawah pohon sesaat di siang hari yang panas, lalu dia bernaung dibawah pohon sesaat di siang hari, lalu dia melajutkan perjalanan dan meninggalkannya (HR al-Hakim)
jelaslah bagi kita kuburan itu hanya transit saja disitu Rasul mengumpamakan kalau kuburan ibarat berhenti sejenak saja. sejatinya setiap mukmin harus mengimani bahwa masih ada episode perjalanan seorang manusia lebih jauh, lebih lama beribu2 tahun bahkan kekal abadi, masih adalagi alam barzkh, hari kiamat, yaumul hisap dan surga atau neraka.
Umar bin Abdul Aziz berkata ‘ Wahai maimun, aku tidak melihat, melainkan alam kubur itu hanyalah tempat berkunjung, sedangkan berkunjung itu sudah pasti akan kembali kerumahnya”
antara dunia dengan alam kubur, sifatnya sama-sama sementara. bedanya dunia adlah tempat mencari bekal dan beramal. termat singkat, namun menentukan kesudahan mereka adalah kehidupan setelah kematian. Alam barzakh adalah awal akhirnya ke akhirat.
Utsman bin Affan berdiri didepan kubur menangis tersedu-sedu sampai basah jenggotnya dan dia berkata ” saya mendengar Rasulullah bersabda ” Kubur adalah rumah pertama dari rumah-rumah . Sekiranya orang selamat dari siksa kubur, maka setelahnya akan menjadi mudah. jika tidak selamat, maka setelahnya kan terasa berat dan susah”
semoga Allah SWT menganugerahkan kepada kita nikmat alam barzakh, dan nikmat abadi di jannah-NYA.. amin ya Robbil alammin. wallahu alam
selalu setiap penyelenggaraaan jenazah muslim, pemandu acara mengatakan “marilah kita sama-sama mengantarkan si fulan / fulanah keperistirahatan terakhirnya..”.
Alangkah ruginya seorang mukmin yang beribadah siang malam, berbuat amal sholeh, sedekah, dan berjihad di jalan Allah kalau hanya terbaring saja jasad dan ruhnya, dan alangkah beruntungnya kafir dan para pendosa semasa hidupnya berbuat makar kalau finishnya hanya dikuburan saja tanpa ada perhitungan..?
Rasullah bersabda ” Demi yang jiwaku ada ditangan-Nya, tiadalah perumpamaanku terhadap dunia melaikan seperti seorang pengendara yang berjalan di hari yang panas, lalu bernaung dibawah pohon sesaat di siang hari yang panas, lalu dia bernaung dibawah pohon sesaat di siang hari, lalu dia melajutkan perjalanan dan meninggalkannya (HR al-Hakim)
jelaslah bagi kita kuburan itu hanya transit saja disitu Rasul mengumpamakan kalau kuburan ibarat berhenti sejenak saja. sejatinya setiap mukmin harus mengimani bahwa masih ada episode perjalanan seorang manusia lebih jauh, lebih lama beribu2 tahun bahkan kekal abadi, masih adalagi alam barzkh, hari kiamat, yaumul hisap dan surga atau neraka.
Umar bin Abdul Aziz berkata ‘ Wahai maimun, aku tidak melihat, melainkan alam kubur itu hanyalah tempat berkunjung, sedangkan berkunjung itu sudah pasti akan kembali kerumahnya”
antara dunia dengan alam kubur, sifatnya sama-sama sementara. bedanya dunia adlah tempat mencari bekal dan beramal. termat singkat, namun menentukan kesudahan mereka adalah kehidupan setelah kematian. Alam barzakh adalah awal akhirnya ke akhirat.
Utsman bin Affan berdiri didepan kubur menangis tersedu-sedu sampai basah jenggotnya dan dia berkata ” saya mendengar Rasulullah bersabda ” Kubur adalah rumah pertama dari rumah-rumah . Sekiranya orang selamat dari siksa kubur, maka setelahnya akan menjadi mudah. jika tidak selamat, maka setelahnya kan terasa berat dan susah”
semoga Allah SWT menganugerahkan kepada kita nikmat alam barzakh, dan nikmat abadi di jannah-NYA.. amin ya Robbil alammin. wallahu alam
AZAB DARI ALLAH BAGI ORANG YANG MENGAKHIRI HIDUPNYA DENGAN BUNUH DIRI
Akhir akhir ini kita sering mendengar orang yang melakukan tindakan bunuh diri karena berbagai kasus yang menjeratnya. Seorang pemuda gantung diri, karena diputus oleh pacarnya. Seorang ibu atau
ayah bunuh diri karena tidak tahan menghadapi tekanan hidup dan tekanan ekonomi. Seorang pengusaha bunuh diri karena bangkrut dan terlibat hutang. Mereka menyangka bahwa dengan menghabisi nyawa mereka, selesailah segala masalah. Kurangnya pengetahuan agama mendorong mereka untuk menyelesaikan masalah yang menjerat mereka dengan bunuh diri.
Kasus bunuh diri tidak hanya dilakukan oleh masyarakat lapisan bawah yang hidup sederhana dan sudah biasa bergelimang kemiskinan, banyak juga masyarakat lapisan atas yang biasa bergelimang harta melakukan hal tersebut. Mereka terlibat hutang dan usahanya terancam bangkrut, untuk mengatasi stress dan rasa tertekan mereka melakukan aksi bunuh diri dengan berbagai cara, terjun dari gedung bertingkat, minum racun atau menembak kepalanya dengan pistol. Bunuh diri adalah jalan pintas yang diambil orang yang sangat minim pengetahuan agamanya, mereka menganggap dunia segala galanya, mereka tidak sanggup menghadapi kegagalan dan berbagai masalah duniawi.
Orang yang yakin akan adanya kehidupan akhirat, dan yakin kepada Allah, tidak akan melakukan tindakan tersebut. Orang yang tidak yakin dengan adanya kehidupan akhirat, dan menjadikan dunia sebagai tujuan utama memang cenderung untuk melakukan tindakan bunuh diri jika menghadapi masalah yang rumit. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang agama serta rasa putus asa mendorong mereka untuk melakukan tindakan tersebut.
Kebanyakan manusia jika mendapat nikmat dan karunia dari Allah , menjadi sombong dan lupa pada-Nya, cenderung berbuat sewenang wenang,dan mengikuti hawa nafsu., namun jika Allah mengujinya dengan berbagai cobaan ia menjadi putus asa. Sebagaimana disebutkan dalam surat Al Israak ayat 83.
Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia: dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa. (Al Israak 83)
Manusia adalah mahluk abadi, yang tetap ada selamanya. Kematian tidak melenyapkan manusia sebagai individu, ia tetap ada dalam bentuk yang lain. Sejak diciptakan Allah dari setetes air yang yang dipancarkan (sperma), menjadi segumpal darah, segumpal daging, janin, kemudian lahir menjadi bayi yang lemah, tumbuh menjadi anak anak, masa remaja , dewasa, tua dan kemudian menemui ajalnya, manusia terus menerus mengalami perubahan. Namun perubahan itu tidak menjadikan manusia musnah dan lenyap, kita hanya mengalami perubahan bentuk, kita tetap ada, dan akan ada selama lamanya,abadi.
Kematian tidak melenyapkan kita sebagai mahluk, kita hanya berubah bentuk, yang mati dan musnah hanya jasad kita, dan kita tetap hidup di-alam barzakh, untuk selanjutnya kelak akan dibangkitkan kembali oleh Allah di alam yang lain (Padang Mahsyar, dihari berbangkit). Kematian bukan akhir segala galanya, justru kematian adalah awal perjalanan panjang yang tiada akhir. Masih panjang waktu dan masa yang harus kita lalui, mulai dari alam barzakh, saat kebangkitan, saat berkumpul di padang mahsyar, saat berhisab dan ditimbang segala amal, saat menyeberang jembatan diatas lembah neraka, barulah diputuskan kekal di Neraka atau Syurga.
Alangkah ngerinya orang yang berputus asa dari rahmat Allah, kemudian melakukan aksi bunuh diri. Sebenarnya ia tidak mati, ia tetap hidup, yang mati hanya jasadnya, sedang ruhnya tetap hidup dialam barzakh, menghadapi persoalan baru yang lebih sulit dan berat dibandingkan yang ditinggalkannya didunia ini. Dialam barzakh ia akan berhadapan dengan malaikat penjaga kubur, yang akan menimpakan berbagai azab padanya. Itulah azab yang disediakan Allah bagi orang yang kafir dan putus asa dari rahmatNya. Firman Allah dalam surat Al ankabut ayat 23 :
Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan pertemuan dengan Dia, mereka putus asa dari rahmat-Ku, dan mereka itu mendapat azab yang pedih.(Al Ankabut 23)
Bunuh diri bukanlah tindakan yang menyelesaikan masalah, tapi justru menimbulkan masalah baru yang lebih berat, dan tidak akan pernah bisa diralat dan diperbaiki lagi. Mari kita berlindung kepada Allah dari melakukan tindakan yang tidak terpuji itu. Allah selalu membimbing dan menuntun orang yang ber-iman dan bertawakkal padaNya.
ayah bunuh diri karena tidak tahan menghadapi tekanan hidup dan tekanan ekonomi. Seorang pengusaha bunuh diri karena bangkrut dan terlibat hutang. Mereka menyangka bahwa dengan menghabisi nyawa mereka, selesailah segala masalah. Kurangnya pengetahuan agama mendorong mereka untuk menyelesaikan masalah yang menjerat mereka dengan bunuh diri.
Kasus bunuh diri tidak hanya dilakukan oleh masyarakat lapisan bawah yang hidup sederhana dan sudah biasa bergelimang kemiskinan, banyak juga masyarakat lapisan atas yang biasa bergelimang harta melakukan hal tersebut. Mereka terlibat hutang dan usahanya terancam bangkrut, untuk mengatasi stress dan rasa tertekan mereka melakukan aksi bunuh diri dengan berbagai cara, terjun dari gedung bertingkat, minum racun atau menembak kepalanya dengan pistol. Bunuh diri adalah jalan pintas yang diambil orang yang sangat minim pengetahuan agamanya, mereka menganggap dunia segala galanya, mereka tidak sanggup menghadapi kegagalan dan berbagai masalah duniawi.
Orang yang yakin akan adanya kehidupan akhirat, dan yakin kepada Allah, tidak akan melakukan tindakan tersebut. Orang yang tidak yakin dengan adanya kehidupan akhirat, dan menjadikan dunia sebagai tujuan utama memang cenderung untuk melakukan tindakan bunuh diri jika menghadapi masalah yang rumit. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang agama serta rasa putus asa mendorong mereka untuk melakukan tindakan tersebut.
Kebanyakan manusia jika mendapat nikmat dan karunia dari Allah , menjadi sombong dan lupa pada-Nya, cenderung berbuat sewenang wenang,dan mengikuti hawa nafsu., namun jika Allah mengujinya dengan berbagai cobaan ia menjadi putus asa. Sebagaimana disebutkan dalam surat Al Israak ayat 83.
Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia: dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa. (Al Israak 83)
Manusia adalah mahluk abadi, yang tetap ada selamanya. Kematian tidak melenyapkan manusia sebagai individu, ia tetap ada dalam bentuk yang lain. Sejak diciptakan Allah dari setetes air yang yang dipancarkan (sperma), menjadi segumpal darah, segumpal daging, janin, kemudian lahir menjadi bayi yang lemah, tumbuh menjadi anak anak, masa remaja , dewasa, tua dan kemudian menemui ajalnya, manusia terus menerus mengalami perubahan. Namun perubahan itu tidak menjadikan manusia musnah dan lenyap, kita hanya mengalami perubahan bentuk, kita tetap ada, dan akan ada selama lamanya,abadi.
Kematian tidak melenyapkan kita sebagai mahluk, kita hanya berubah bentuk, yang mati dan musnah hanya jasad kita, dan kita tetap hidup di-alam barzakh, untuk selanjutnya kelak akan dibangkitkan kembali oleh Allah di alam yang lain (Padang Mahsyar, dihari berbangkit). Kematian bukan akhir segala galanya, justru kematian adalah awal perjalanan panjang yang tiada akhir. Masih panjang waktu dan masa yang harus kita lalui, mulai dari alam barzakh, saat kebangkitan, saat berkumpul di padang mahsyar, saat berhisab dan ditimbang segala amal, saat menyeberang jembatan diatas lembah neraka, barulah diputuskan kekal di Neraka atau Syurga.
Alangkah ngerinya orang yang berputus asa dari rahmat Allah, kemudian melakukan aksi bunuh diri. Sebenarnya ia tidak mati, ia tetap hidup, yang mati hanya jasadnya, sedang ruhnya tetap hidup dialam barzakh, menghadapi persoalan baru yang lebih sulit dan berat dibandingkan yang ditinggalkannya didunia ini. Dialam barzakh ia akan berhadapan dengan malaikat penjaga kubur, yang akan menimpakan berbagai azab padanya. Itulah azab yang disediakan Allah bagi orang yang kafir dan putus asa dari rahmatNya. Firman Allah dalam surat Al ankabut ayat 23 :
Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan pertemuan dengan Dia, mereka putus asa dari rahmat-Ku, dan mereka itu mendapat azab yang pedih.(Al Ankabut 23)
Bunuh diri bukanlah tindakan yang menyelesaikan masalah, tapi justru menimbulkan masalah baru yang lebih berat, dan tidak akan pernah bisa diralat dan diperbaiki lagi. Mari kita berlindung kepada Allah dari melakukan tindakan yang tidak terpuji itu. Allah selalu membimbing dan menuntun orang yang ber-iman dan bertawakkal padaNya.
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhuma dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa membunuh dirinya dengan sepotong besi, maka dengan besi yang tergenggam di tangannya itulah dia akan menikam perutnya dalam Neraka Jahanam secara terus-terusan dan dia akan dikekalkan di dalam Neraka. Bar...angsiapa membunuh dirinya dengan meminum racun maka dia akan merasai racun itu dalam Neraka Jahanam secara terus-terusan dan dia akan dikekalkan di dalam Neraka tersebut untuk selama-lamanya. Begitu juga, barangsiapa membunuh dirinya dengan terjun dari puncak gunung, maka dia akan terjun ke dalam Neraka Jahanam secara terus-terusan untuk membunuh dirinya dan dia akan dikekalkan dalam Neraka tersebut untuk selama-lamanya."
(HR. Muslim Kitab : Iman, Bab : Haramnya bunuh diri, dan bahwa barangsiapa membunuh dirinya dengan sesuatu No. Hadist : 158)
(HR. Muslim Kitab : Iman, Bab : Haramnya bunuh diri, dan bahwa barangsiapa membunuh dirinya dengan sesuatu No. Hadist : 158)
Amalan yang Menyelamatkan dari Adzab Kubur
Setelah memberitahukan dahsyatnya adzab kubur dan sebab-sebab yang akan menyeret ke dalamnya, baik melalui firman-Nya ataupun melalui lisan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, dengan rahmat dan keutamaan-Nya, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memberitahukan amalan-amalan yang akan menyelamatkan dari adzab kubur tersebut.
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Sebab-sebab yang akan menyelamatkan seseorang dari adzab kubur terbagi menjadi dua:
1. Sebab-sebab secara global
Yaitu dengan menjauhi seluruh sebab yang akan menjerumuskan ke dalam adzab kubur sebagaimana yang telah disebutkan.
Sebab yang paling bermanfaat adalah seorang hamba duduk beberapa saat sebelum tidur untuk mengevaluasi dirinya: apa yang telah dia lakukan, baik perkara yang merugikan maupun yang menguntungkan pada hari itu. Lalu dia senantiasa memperbarui taubatnya yang nasuha antara dirinya dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga dia tidur dalam keadaan bertaubat dan berkemauan keras untuk tidak mengulanginya bila nanti bangun dari tidurnya. Dia lakukan itu setiap malam. Maka, apabila dia mati (ketika tidurnya itu), dia mati di atas taubat. Apabila dia bangun, dia bangun tidur dalam keadaan siap untuk beramal dengan senang hati, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menunda ajalnya hingga dia menghadap Rabbnya dan berhasil mendapatkan segala sesuatu yang terluput. Tidak ada perkara yang lebih bermanfaat bagi seorang hamba daripada taubat ini. Terlebih lagi bila dia berzikir setelah itu dan melakukan sunnah-sunnah yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika dia hendak tidur sampai benar-benar tertidur. Maka, barangsiapa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki kebaikan baginya, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan berikan hidayah taufik untuk melakukan hal itu. Dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2. Sebab-sebab terperinci
Di antaranya:
- Ribath (berjaga di pos perbatasan wilayah kaum muslimin) siang dan malam.
Dari Fadhalah bin Ubaid radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ مَيِّتٍ يُخْتَمُ عَلَى عَمَلِهِ إِلَّا الَّذِي مَاتَ مُرَابِطًا فِي سَبِيلِ اللهِ فَإِنَّهُ يُنْمَى لَهُ عَمَلُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَيَأْمَنُ مِنْ فِتْنَةِ الْقَبْرِ
“Setiap orang yang mati akan diakhiri/diputus amalannya, kecuali orang yang mati dalam keadaan ribath di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Amalannya akan dikembangkan sampai datang hari kiamat dan akan diselamatkan dari fitnah kubur.” (HR. At-Tirmidzi dan Abu Dawud)
- Mati syahid
Dari Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لِلشَّهِيدِ عِنْدَ اللهِ سِتُّ خِصَالٍ: يُغْفَرُ لَهُ فِي أَوَّلِ دُفْعَةٍ مِنْ دَمِهِ، وَيُرَى مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَيُجَارُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَيَأْمَنُ مِنَ الْفَزَعِ الْأَكْبَرِ، وَيُحَلَّى حُلَّةَ الْإِيمَانِ وَيُزَوَّجُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ، وَيُشَفَّعُ فِي سَبْعِينَ إِنْسَانًا مِنْ أَقَارِبِهِ
“Orang yang mati syahid akan mendapatkan enam keutamaan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala: diampuni dosa-dosanya dari awal tertumpahkan darahnya, akan melihat calon tempat tinggalnya di surga, akan diselamatkan dari adzab kubur, diberi keamanan dari ketakutan yang sangat besar, diberi hiasan dengan hiasan iman, dinikahkan dengan bidadari, dan akan diberi kemampuan untuk memberi syafaat kepada 70 orang kerabatnya.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah. Al-Albani berkata dalam Ahkamul Jana’iz bahwa sanadnya hasan)
- Mati pada malam Jumat atau siang harinya.
Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يـَمُوتُ يَوْمَ الْـجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلَّا وَقَاهُ اللهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ
“Tidaklah seorang muslim meninggal pada hari Jumat atau malamnya, kecuali Allah akan melindunginya dari fitnah kubur.” (HR. Ahmad dan Al-Fasawi. Asy-Syaikh Al-Albani mengatakan dalam Ahkamul Jana’iz bahwa hadits ini dengan seluruh jalur-jalurnya hasan atau shahih)
- Membaca surat Al-Mulk
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
هِيَ الْمَانِعَةُ هِيَ الْمُنْجِيَةُ تُنْجِيهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
“Dia (surat Al-Mulk) adalah penghalang, dia adalah penyelamat yang akan menyelamatkan pembacanya dari adzab kubur.” (HR. At-Tirmidzi, lihat Ash-Shahihah no. 1140) [dinukil dari Ar-Ruh dengan sedikit perubahan]
- Doa sebagaimana yang telah lalu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung dari adzab kubur dan memerintahkan umatnya untuk berlindung darinya.
Nikmat Kubur
Setelah mengetahui dan meyakini adanya adzab kubur yang demikian mengerikan dan menakutkan, berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih, juga mengetahui macam-macamnya, penyebabnya, dan hal-hal yang akan menyelamatkan darinya, maka termasuk kesuksesan yang agung adalah selamat dari berbagai adzab tersebut dan mendapatkan nikmat di dalamnya dengan rahmat-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَأَمَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَيُدْخِلُهُمْ رَبُّهُمْ فِي رَحْمَتِهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْمُبِينُ
“Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih maka Rabb mereka memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya (surga). Itulah keberuntungan yang nyata.” (Al-Jatsiyah: 30)
قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ. مَنْ يُصْرَفْ عَنْهُ يَوْمَئِذٍ فَقَدْ رَحِمَهُ وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْمُبِينُ
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku takut akan adzab hari yang besar (hari kiamat), jika aku mendurhakai Rabbku.’ Barangsiapa yang dijauhkan adzab daripadanya pada hari itu, maka sungguh Allah telah memberikan rahmat kepadanya. Dan itulah keberuntungan yang nyata.” (Al-An’am: 15-16)
Adapun nikmat kubur, di antaranya apa yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beritakan dalam hadits Al-Bara’ radhiyallahu ‘anhu yang panjang:
- mendapatkan ampunan dan keridhaan-Nya. Sebagaimana perkataan malakul maut kepada orang yang sedang menghadapi sakaratul maut:
أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ، اخْرُجِي إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنَ اللهِ وَرِضْوَانٍ
“Wahai jiwa yang tenang, keluarlah menuju ampunan Allah dan keridhaan-Nya.”
- dikokohkan hatinya untuk menghadapi dan menjawab fitnah kubur.
يُثَبِّتُ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (Ibrahim: 27)
- Digelarkan permadani, didandani dengan pakaian dari surga, dibukakan baginya pintu menuju surga, dilapangkan kuburnya, dan di dalamnya ditemani orang yang tampan wajahnya, bagus penampilannya, sebagaimana yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kabarkan dalam hadits Al-Bara’ yang panjang:
فَأَفْرِشُوهُ مِنَ الْجَنَّةِ وَأَلْبِسُوهُ مِنَ الْجَنَّةِ وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا إِلَى الْجَنَّةِ. قَالَ: فَيَأْتِيهِ مِنْ رَوْحِهَا وَطِيبِهَا وَيُفْسَحُ لَهُ فِي قَبْرِهِ مَدَّ بَصَرِهِ. قَالَ: وَيَأْتِيهِ رَجُلٌ حَسَنُ الْوَجْهِ حَسَنُ الثِّيَابِ طَيِّبُ الرِّيحِ فَيَقُولُ: أَبْشِرْ بِالَّذِي يَسُرُّكَ هَذَا يَوْمُكَ الَّذِي كُنْتَ تُوعَدُ. فَيَقُولُ لَهُ: مَنْ أَنْتَ، فَوَجْهُكَ الْوَجْهُ يَجِيءُ بِالْخَيْرِ. فَيَقُولُ: أَنَا عَمَلُكَ الصَّالِحُ
“Maka gelarkanlah permadani dari surga, dandanilah ia dengan pakaian dari surga. Bukakanlah baginya sebuah pintu ke surga, maka sampailah kepadanya bau wangi dan keindahannya. Dilapangkan kuburnya sejauh mata memandang, kemudian datang kepadanya seorang yang tampan wajahnya, bagus pakaiannya, wangi baunya. Lalu dia berkata: ‘Berbahagialah dengan perkara yang menyenangkanmu. Ini adalah hari yang dahulu kamu dijanjikan.’ Dia pun bertanya: ‘Siapa kamu? Wajahmu adalah wajah orang yang datang membawa kebaikan.’ Dia menjawab: ‘Aku adalah amalanmu yang shalih…” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala meneguhkan hati kita di atas kalimat tauhid hingga akhir hayat kita dan menyelamatkan kita dari berbagai fitnah (ujian) dunia dan fitnah kubur, serta memasukkan kita ke dalam jannah-Nya. Amin ya Rabbal ‘alamin.
Dikutip dari: www. Asysyariah.com Penulis : Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan, Judul : Alam Barzakh, Adzab Kubur yang Menakutkan atau Nikmat Kubur yang Menyenangkan
Langganan:
Postingan (Atom)